The Great Dictator (1940)

3485 voting, rata-rata 8.0 dari 10

The Great Dictator: Satire Berkelas Charlie Chaplin di Tengah Gejolak Perang Dunia

Dirilis pada 15 Oktober 1940, saat badai Perang Dunia Kedua mulai melanda dan Adolf Hitler sedang menapak puncak kekuasaannya, The Great Dictator hadir sebagai sebuah film epik hitam-putih yang berhasil memparodikan realitas politik yang mencekam. Charlie Chaplin, sang jenius di balik film ini, menggunakan sindiran cerdas dan elegan, jauh dari kesan kasar atau asal melucu.

Film ini penuh dengan plesetan yang brilian: diktator fasis digambarkan sebagai Adenoid Hynkel (parodi dari Adolf Hitler) yang memimpin negara Tomainia (plesetan Jerman). Simbol swastika Nazi diganti dengan tanda silang ganda, dan pemimpin lain seperti Benito Mussolini diplesetkan menjadi Benzino Napaloni.

Dua Karakter Kontras dalam Satu Alur

Dalam The Great Dictator, Chaplin tidak hanya menyutradarai, tetapi juga memerankan dua tokoh sentral yang sangat kontras. Ia membawakan peran Adenoid Hynkel, sang diktator fasis yang kejam, sekaligus seorang tukang cukur berdarah Yahudi yang lugu, merepresentasikan potret rakyat jelata. Kedua karakter ini terlibat dalam satu alur cerita dengan kisah masing-masing yang saling beririsan.

Parodi dalam film ini sangat menonjol. Hynkel digambarkan bertindak semaunya sendiri, menindas kaum Yahudi, dan berambisi menguasai dunia, namun pada momen tertentu ia berubah menjadi sosok yang konyol dan bodoh. Contohnya adalah adegan Hynkel yang bermain-main sendiri dengan bola dunia, atau pidatonya dalam bahasa Jerman yang sangat mirip gaya Hitler, namun disampaikan dengan absurditas yang menggelitik. Di sisi lain, sang tukang cukur menampilkan kejenakaan yang tak kalah memukau, seperti saat ia mencukur tuannya (sambil menari) mengikuti irama musik Hungarian Dance No. 5 karya Johannes Brahms. Parodi-parodi ini terasa masih relevan hingga saat ini, membuktikan kualitas dan kelas satire The Great Dictator.

Pesan Damai di Tengah Kekejaman Perang

Film berdurasi 124 menit ini, yang dibuat setahun sebelum Amerika Serikat resmi terlibat dalam Perang Dunia Kedua, seolah-olah berfungsi sebagai propaganda halus yang mendorong pemerintah AS untuk segera bertindak melawan Nazi Jerman. Sebagai sebuah komedi drama satire yang menargetkan ambisi brutal Nazi Jerman untuk menguasai dunia, pesan utama yang ingin disampaikan The Great Dictator sangatlah jelas: perdamaian.

Akhir film secara tegas menegaskan pesan tersebut. Pertukaran posisi antara si tukang cukur dan si diktator menjadi inti dari The Great Dictator, mengajarkan bahwa seorang “diktator agung” sejati bukanlah sosok yang angkuh, kaku, kejam, penuh kebencian, dan tidak toleran. Sebaliknya, seorang “diktator agung” adalah mereka yang memilih untuk menghentikan perang, memberikan kebebasan bagi individu, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, dan menyatukan umat manusia dalam ikatan persaudaraan. Film ini adalah bukti bahwa humor dapat menjadi senjata ampuh untuk menyuarakan kebenaran di masa-masa paling kelam sekalipun.