5 mins read

Review Film Laskar Pelangi: Kisah Perjuangan Anak-Anak Dengan Latar Belakang Ekonomi Sederhana Dari Desa Terpencil Untuk Meraih Mimpi

Poster film Laskar Pelangi. Doc. Kari

Laskar Pelangi adalah film Indonesia yang tayang perdana pada tahun 2008, diangkat dari novel fenomenal karya Andrea Hirata. Disutradarai oleh Riri Riza, film ini dengan apik mengisahkan perjuangan sekelompok anak dari sebuah desa kecil di Belitung yang berjuang demi mendapatkan pendidikan. Dengan latar sosial yang sarat makna, film ini mengangkat tema semangat, persahabatan, dan pentingnya pendidikan sebagai kunci untuk menghadapi berbagai rintangan kehidupan.

Alur Film

Cerita dimulai dengan latar tahun 1970-an di Desa Gantung, Belitung. Pulau ini dikenal dengan tambang timahnya, tetapi sebagian besar penduduknya hidup dalam kemiskinan. Di tengah kerasnya kehidupan, SD Muhammadiyah menjadi satu-satunya sekolah yang memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak desa yang kurang mampu. Namun sekolah ini menghadapi ancaman penutupan karena kekurangan murid. Pemerintah menetapkan bahwa sekolah harus memiliki minimal sepuluh siswa untuk tetap beroperasi.

Di hari pertama tahun ajaran baru, hanya sembilan siswa yang mendaftar. Kepanikan melanda Bu Mus (Ibu Muslimah) seorang guru di sekolah itu, dan Pak Harfan sebagai kepala sekolah. Saat mereka hampir menyerah, Harun seorang anak berkebutuhan khusus muncul bersama ibunya untuk mendaftar. Dengan kehadiran Harun, jumlah murid genap menjadi sepuluh dan sekolah pun bisa dilanjutkan.

Anak-anak yang bersekolah di SD Muhammadiyah ini memiliki karakter yang beragam. Ikal seorang anak yang penuh semangat dan menjadi jembatan bagi penonton untuk memahami perjalanan kelompok ini. Lintang sebagai anak jenius yang berasal dari keluarga miskin harus menempuh jarak puluhan kilometer dengan sepeda untuk bersekolah. Mahar seorang anak kreatif yang memiliki bakat seni luar biasa terutama dalam musik dan menggambar. Harun seorang anak berkebutuhan khusus yang membawa keceriaan dengan kepolosannya. Sahara, A Kiong, Borek, Syahdan, Trapani, dan Kucai – Masing-masing memiliki kepribadian unik yang memperkaya dinamika kelompok.

    Bu Mus dan Pak Harfan memberikan pendidikan dengan penuh dedikasi, meskipun fasilitas sekolah sangat minim. Anak-anak belajar di ruang kelas sederhana dengan atap bocor dan papan tulis yang sudah tua. Namun mereka memiliki semangat luar biasa, berkat motivasi guru-guru mereka. Suatu hari Bu Mus memberikan nama Laskar Pelangi kepada kelompok murid ini karena kekagumannya pada semangat mereka, terutama saat mereka melihat pelangi yang menghiasi langit setelah hujan.

    Seiring berjalannya waktu, anak-anak ini menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah kondisi ekonomi keluarga yang memaksa mereka bekerja di luar jam sekolah. Lintang misalnya, harus membantu ayahnya mencari nafkah. Setiap hari dia mengayuh sepedanya sejauh 40 kilometer melewati jalan berbahaya yang penuh dengan buaya. Sekolah juga sering menghadapi ancaman cuaca buruk, kekurangan dana, dan stigma masyarakat yang meremehkan pendidikan. Banyak yang meragukan kemampuan anak-anak ini untuk bersaing dengan sekolah-sekolah yang lebih besar dan mapan. Namun mereka terus belajar dengan semangat.

    Pada suatu kesempatan, sekolah mengadakan lomba cerdas cermat antar sekolah. Meski diragukan, Laskar Pelangi berhasil mengejutkan banyak pihak dengan memenangkan lomba tersebut terutama berkat kepintaran Lintang. Kemenangan ini menjadi momen membanggakan bagi mereka sekaligus bukti bahwa pendidikan bisa mengubah hidup.

    Film ini juga menonjolkan hubungan persahabatan yang erat di antara anak-anak. Salah satu momen penting adalah ketika Mahar menggunakan kreativitasnya untuk memimpin kelompok mereka dalam sebuah lomba karnaval. Dengan kostum sederhana dan tema budaya lokal, mereka berhasil menarik perhatian penonton dan memenangkan hati banyak orang. Adegan ini menggambarkan keindahan kerja sama dan keberanian untuk menonjolkan identitas diri. Di sisi lain ada konflik kecil yang menggambarkan dinamika persahabatan, seperti kecemburuan dan perbedaan pendapat. Namun semua itu diselesaikan dengan baik dan menunjukkan nilai-nilai solidaritas serta saling mendukung.

    Kehidupan tidak selalu mudah bagi anak-anak Laskar Pelangi. Suatu hari, ayah Lintang meninggal dunia. Sebagai anak tertua, Lintang terpaksa berhenti sekolah untuk mengurus keluarganya. Keputusan ini menghancurkan hati teman-temannya, terutama karena Lintang memiliki potensi besar untuk mencapai cita-citanya sebagai seorang ilmuwan. Perpisahan Lintang menjadi salah satu momen paling emosional dalam film ini, sekaligus pengingat akan realitas keras yang dihadapi anak-anak dari keluarga miskin. Meski demikian, semangat Laskar Pelangi tidak pernah padam. Mereka terus melanjutkan perjuangan mereka, terinspirasi oleh kenangan bersama dan pelajaran yang telah mereka dapatkan.

    Pesan Moral dan Kesimpulan

    Laskar Pelangi berakhir dengan narasi reflektif dari Ikal yang telah dewasa. Dia mengenang masa-masa indah bersama teman-temannya di SD Muhammadiyah. Film ini mengajarkan pentingnya pendidikan, persahabatan, dan semangat untuk mengatasi segala keterbatasan. Ini juga menyoroti betapa besar peran guru dalam membentuk masa depan generasi muda, meski sering kali tidak dihargai sebagaimana mestinya.

    Di balik kesederhanaan cerita, Laskar Pelangi berhasil menyampaikan pesan universal tentang harapan, keberanian, dan ketekunan. Film ini menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk menghargai pendidikan dan berjuang demi cita-cita.

    Laskar Pelangi adalah sebuah film yang sangat menyentuh hati, yang menunjukkan bahwa dengan semangat, perjuangan, dan persahabatan, segala rintangan bisa diatasi. Film ini memberikan pesan moral yang sangat kuat tentang pentingnya pendidikan dan betapa berharganya sebuah impian. Meskipun menghadapi kemiskinan dan keterbatasan, para tokoh dalam film ini mengajarkan kita untuk tidak pernah menyerah dan terus berjuang demi masa depan yang lebih baik.